KELAS KTI | Muntahkan Saja Idemu Itu! Oleh: Kinanti Habsari Pratiwi
Muntahkan Saja Idemu Itu!
Eksekusi Ide Tulisanmu Dengan Isi yang Cermat dan Sumber yang Tepat
Tema: Menulis Isi Serta Mencari Sumber yang Tepat dan Relevan Dalam Karya Tulis Ilmiah
Oleh: Kinanti Habsari Pratiwi
Bukan hal yang mengejutkan jika tiba-tiba dosen memberikan mahasiswa berupa tugas menulis dalam bentuk esai dan jenis tugas semacamnya yang memerlukan kita untuk berpikir dan serta menuliskannya dalam beberapa halaman kertas begitu saja. Tidak asing bagi mahasiswa hal demikian bisa dikatakan sebagai tugas yang cukup sering diberikan dan tentunya diharuskan untuk menghasilkan sebuah tulisan dari hasil berpikir mereka yang dituangkan dalam jenis karya tulis untuk menjalani semasa dunia perkuliahan. Namun, sayangnya masih banyak diantaranya yang tidak memahami ataupun bingung dan kesulitan dalam menghasilkan karya tulis tersebut.
Dalam tulisan tentunya yang menjadi tujuan utama dalam menyalurkan apa opini atau pendapat dari penulis dapat dituangkan pada bagian isi yang bermakna dengan harapan para pembaca memahami maksud dan tujuan dari dibuatnya tulisan tersebut. Seringnya isi dari sebuah tulisan hanya menggambarkan arti dari istilah ataupun berupa kutipan-kutipan tertentu yang didapatkan dan kemudian diperjelas dengan Bahasa seadanya. Penulis lupa akan esensi bahwa penting adanya campur tangan murni dari mereka yang perlu mereka paparkan dalam tulisan yang akan mereka hasilkan tersebut. Dan yang terpenting untuk memungkinkan terciptanya karya tulis tersebut adalah adanya ide sebagai alasan tulisan tersebut harus selesai dan tersampaikan kepada audiens.
Tipe-tipe karya tulis popular seperti esai yang utama terdapat 4 jenis, yaitu esai ekspositori, persuasif/argumentatif, naratif, dan esai deskriptif. Dan dalam setiap pertanyaan pada kasus yang ada terdapat juga cara menjawab yang berbeda-beda. Lalu apa sajakah langkah-langkah yang dibutuhkan dalam menulis esai persuasif atau argumentatif, mengingat jenis esai tersebutlah yang sering diminta terutama pada bidang kuliah Sosial dan Humaniora (Soshum).
Dalam menulis esai yang tepenting adalah bagaimana cara meyakinkan pembaca bahwa opini penulis merupakan pernyataan yang paling benar. Contohnya seperti dalam kasus Jerman yang meminta maaf dengan berlutut untuk mengakui kejahatan yang telah mereka lakukan selama perang dunia kedua yaitu Holocaust (Auschwitz: How death camp cecame centre of Nazi Holocaust, 2020) Dan perlukah hal demikian dilakukan? Tentu terdapat beberapa padangan yang berbeda dalam menanggapi hal tersebut. Ada yang berpendapat hal tersebut memang patut dan sepantasnya untuk dilakukan, namun sebagian pihak juga menyatakan bahwa Jerman tidak perlu meminta maaf dengan gaya berlutut tersebut mengingat bahwa Jerman telah ganti rugi dan Korea seharusnya bisa untuk perlahan melupakan hal tersebut. Jadi seperti inilah kira-kira bagaimana pada dasarnya esai
argumentatif berlaku. Dimulai dengan adanya sebuah pertanyaan yang diberikan oleh dosen ataupun hanya pertanyaan dari pikiran sendiri belaka. Dan yang perlu dilakukan ketika mendapatkan pertanyaan tersebut, penulis hanya perlu untuk menjawab antara “iya atau tidak” dan “setuju atau tidak setuju” yang disertakan dengan alasan mengapa dibaliknya. Lupakan tentang 2000 kata atau berapapun target jumlah kata yang telah ditetapkan oleh dosen, dan yang perlu kalian lakukan adalah untuk menjawabnya terlebih dahulu. Karena jika sudah terlena dengan tulisan yang dihasilkan, tanpa sadar akan menghasilkan tulisan yang lebih dari target sebelumnya.
Secara garis besar yang perlu dilakukan dalam menghasilkan isi dalam suatu tulisan adalah dengan tahapan sebagai berikut:
1. Menciptakan topik menarik
Pilihlah topik yang relevan dengan tren, isu terkini, atau minat audiens.
Contoh: “Budaya Cancel Culture: Apakah ini perlu diterapkan di Indonesia atau tidak?”
2. Menjawab Iya atau Tidak
Sesimpel untuk memilih antara kedua pilihan tersebut yang menurut calon penulis benar dan cocok atau sepemikiran dengan salah satunya.
3. Menanyakan “Mengapa?”
Tanyakan kepada diri sendiri terlebih dahulu tanpa bantuan media riset lainnya, agara calon penulis dapat menghasilkan opininya yang murni. Karena jika calon penulis langsung mencari alasannya melalui sumber-sumber pencari lainnya, maka hasil yang akan dituliskan sudah terlanjur terkontaminasi dengan banyaknya opini-opini orang lain dan pada akhirnya akan menghasilkan tulisan yang bukan merupakan argument dari penulis itu sendiri melainkan menjadikannya hanya kumpulan rangkuman dari opini-opini orang lain yang dijadikan isi dalam sebuah esai atau tulisan. Sebenarnya hal tersebut sah saja untuk dilakukan, tapi dilain sisi yang diperlukan dalam menghasilkan tulisan adalah hasil pikiran sendiri murni dari penulis tersebut.
4. Timbulkan Alasan
Dari hasil bertanya akan membuat penulis berpikir apa alasan yang tepat yang sesuai dengan pernyataan calon penulis sebelumnya.
Contoh:
• Budaya Cancel Culture perlu untuk diterapkan di Indonesia dengan mengingat banyaknya kasus-kasus yang berkaitan saat ini (Pro)
3 Alasan:
a. Sebagai alat akuntabilitas sosial yang dapat menjadikannya mekanisme untuk menuntut tanggung jawab dari figure public atau suatu institusi yang melakukan pelanggaran moral atau hukum.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu-isu sosial penting dan mendorong perubahan perilaku kea arah yang sepatutnya.
c. Secara tidak langsung menimbulkan tekanan untuk melakukan perubahan dan memperbaiki kesalahan yang diakibatkan dari rasa malu yang dihasilkan oleh cancel culture tersebut.
• Budaya Cancel Culture tidak perlu untuk diterapkan di Indonesia (Kontra) 3 Alasan:
a. Ditakutkan akan penyalahgunaan dengan tujuan menjatuhkan nama baik seseorang tanpa tuduhan mendasar yang kuat.
b. Kemungkinan akan dihukumnya seseorang tanpa proses yang adil dan bukti yang jelas, dan berdampak lanngsung mrusak reputasi perseorangan secara pribadi.
c. Memicu polarisasi, terlebih Indonesia dengan jenis masyarakat yang beragam akan menimbulkan perpecahan dan akan menciptkan konflik sosial.
5. Kembangkan Argument
Melalui 3 alasan/argument sebelumnya yang telah didapatkan sudah cukup untuk menghasilkannya menjadi 3 paragraf yang akan menjadikannya sebagai isi dari dari tulisan yang akan dihasilkan.
6. Penelitian
Tentu penelitian merupakan hal yang penting dalam mengahsilkan tulisan, karena penulis perlu menulis berlandaskan dengan fakta yang sesuai dengan pembahasan yang dikaji dan tidak bisa hanya berdasarkan sebatas sepengetahuan penulis saja. Tapi hal apa yang perlu diriset?
Contoh: Dalam hal “Cancel Culture”, perlu diketahui apa yang dimaksud dengan budaya cancel culture dan dicari tahu di negara mana sajakah budaya ini berlaku dan terbukti ampuh dalam mengatasi masalah pelanggaran moral atau hukum yang berdasarkan berita baik dari media internet atau cetak, majalah, hasil poling suatu komunitas, jurnal penelitian yang terakreditasi, dan media-media lainnya yang dapat menunjang pendapat dari penulis.
Dapat juga dilakukan dengan melakukan perbandingan, seperti bagaimana dampak dari adanya budaya cancel culture ini antara negara A dan dengara B. Sehingga berdasarkan perbandingan tersebut dapat dipertimbangkan apakah budaya tersebut cocok dan membantu jika diberlakukan di Indonesia.
7. Mengambil Poin-Poin Penting
Jadi apapun riset yang telah dilakukan oleh penulis dapat mengambil beberapa poin-poin yang sekiranya dapat mendukung argument penulis, tanpa lupa menyertakan sumber dan tahun asal dari poin tersebut.
Contoh:
• The K-Pop Fans Perception Over a Cancel Culture Phenomenon (Sumber A, tahun)
• Calling Out Feminist: Antifeminist Hiacking of Cancel Culture in South Korea
(Sumber B, tahun)
• Loved Like Idols, Canceled Like Demons (Sumber C, tahun)
8. Menggabungkan Keseluruhan Menjadi Satu Kesatuan
Setelah menerapkan dan mengumpulkan hal-hal yang diperlukan sebelumnya, maka tahapan selanjutnya adalah untuk menjadikannya menjadi sebuah paragraph.
Contoh:
Meninggalnya bintang aktor dari film “Parasite” secara tiba-tiba di puncak karirnya mengirimkan gelombang kejut ke seluruh dunia terlebih kepada para penggemarnya, tentu menarik perhatian terhadap aksi budaya pembatalan yang terhitung intens di Korea. Tepat setelah kontrak aktor tersebut dalam seminggu dibatalkan setelah tuduhan yang dipublikasikan, The K-Pop Fans Perception Over a Cancel Culture Phenomenon (Sumber A, tahun). Dan hal ini juga didukung dengan konfirmasi dari Southeast Asian Features Have Higher of Negative Stereotypes (Sumber B, tahun) yang berdampak kepada kapabilitas masyarakat Korea Selatan.
Jadi seperti inilah contoh dari merangkai kata menjadi satu. Ketika penulis sudah memiliki argument yang pada akhirnya dapat menjadikannya sebagai ide pokok, serta telah didukung dengan beberapa bukti fakta yang telah didapatkan maka hasil dari menyatukan tahapan-tahapan tersebut dapat menghasilkan tulisan yang bermutu dan alami milik penulis.
Lalu terdapat beberapa tahapan tambahan yang akan sangat menduung hasil tulisan dari calon penulis tersebut semakin kuat, yaitu:
• Memastikan ulang, dengan cara membacanya kembali ataupun meberikan hasil tulisan yang telah berhasil diselesaikan kepada orang lain untuk mengetahui secara pasti letak kesalahan tulisan tanpa adanya distraksi dari otak penulis sendiri yang telah bosan melihat tulisannya tersebut. Shingga berdasaarkan masukan-masukan dari orang lain tersebut dapat membuat tulisan tersebut tidaklah keliru dan mengurangi kecacatan dalam tulisannya.
• Meletakkan sumber referensi atau bibliografi yang didapatkan, naka dengan ini tulisan tersebut memang benar adanya ssuai fakta lapangan atau hasil riset yang pasti.
Contoh:
- Febrianti, Zalina Ahmad, Sharifuzah Osman, dan Ainun Rohmah (2023) Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi, “The K-Pop Fans Perception Over a Cancel Culture Phenomenon”
- Ulfah Nury Batubara, Royhanun Siregar, and Nabilah Siregar, “Liberalisme John Locke Dan Pengaruhnya Dalam Tatanan Kehidupan,” Education and Development 9, no. 4 (2021): 485–491, https://journal.ipts.ac.id/index.php/ED/article/view/3189/2060.
Yang perlu diketahui dalam mendapatkan ide yang hebat tidak perlu memusingkan bagaimana hasilnya, melainkan yang paling dibutuhkan adalah bagaimana kamu bisa terlena dan terlampau hanyut akan setiap tulisan yang akan diutarakan. Tentu untuk membantu mendorong ide tersebut semakin menarik, penulis diharuskan untuk mampu berpikir kritis dalam mengelola dan mempermainkan kata yang tepat dan terkesan mengajak pembaca untuk berpikir lebih dan terjerumus dalam emosi yang tercipta. Berpikir kritis tidaklah mengharuskan penulis menjadi filsuf atau penulis terkemuka dan hebat terlebih dahulu. Lagipun jika seorang penulis ingin menulis hanya dengan modal sekadar menunggu tanpa memulai tulisannya, hal tersebut hanya merupakan angan belaka dan m
ustahil dalam mewujudkan tulisan tersebut akan selesai.
Tetaplah menulis, karena hasil hanyalah pemuas sahaja dan pembaca hanya sekadar penikmat belaka.
DAFTAR PUSTAKA
Auschwitz: How death camp cecame centre of Nazi Holocaust. (2020, Januari 2025). Retrieved from BBC Nes: https://www.bbc.com/news/world-europe-50743973
Febrianti N, Z. A. (2023). The K-Pop Fans Perception Over a Cancel Culture Phenomenon . Jurnal Lensa Mutiara Komunikasi.
Hyun, S. S. (2024, Januari 24). Loved Like Idols, Canceled Like Demons.